Sisi Lain Si Muka Dua
Picture by : WikiHow.com |
Dalam hidup, memang tak semua selalu menyenangkan, begitu pula sesama manusia. Menyebalkan memang saat Kamu terpaksa harus menerima kenyataan pahit itu. Akan selalu ada orang yang selalu merasa paling benar sendiri dan menganggap Kamu sama dengan anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Siapa yang tidak kesal dengan orang yang bermuka dua ? Di depan kita mereka diam saja atau tersenyum manis, bahkan kadang mengiyakan semua ucapan kita. Giliran di belakang, mereka "menikam" kita dengan menyebar kabar keburukan kita pada orang lain. Mengerikan sekali, bukan? Apalagi bila kita sudah sangat percaya sama mereka
Siapa yang tidak kesal dengan orang yang bermuka dua ? Di depan kita mereka diam saja atau tersenyum manis, bahkan kadang mengiyakan semua ucapan kita. Giliran di belakang, mereka "menikam" kita dengan menyebar kabar keburukan kita pada orang lain. Mengerikan sekali, bukan? Apalagi bila kita sudah sangat percaya sama mereka
Tapi, bagaimana dari sisi "si muka dua" itu sendiri ? Benarkah mereka selalu sejahat itu ?
Saya tidak sedang membela atau memaklumi orang yang hobi bermuka dua. Saya hanya sedang berusaha melihat sisi lain dalam sebuah situasi dan atau kondisi. Dengan kata lain, ini hanyalah fakta yang jarang atau mungkin nyaris tidak pernah dibahas atau dianggap ada.
Oke, memang ada orang yang bermuka dua gara-gara niat mereka yang kurang baik. Entah oportunis atau sengaja ingin menjebak atau menjatuhkan seseorang yang mereka anggap saingan atau benci. Namun, tak perlulah lagi kita bertanya-tanya siapa saja yang berpotensi menjadi manusia bermuka dua. Suka tidak suka, Kamu pun bisa. Seperti biasa, namanya juga manusia. Never say never. Jangan sok yakin bahwa Kamu tidak akan pernah begitu. Semoga Kamu juga tidak akan pernah kepikiran untuk berbuat demikian. Manusia tidak pernah ada yang sempurna. Kita takkan pernah tahu kapan kita tiba-tiba "khilaf".
Pernahkah Kamu meragukan senyum tulus teman yang berada di depanmu ? Mungkin Kamu hanya berprasangka dan diam-diam biasanya itu membuat Kamu merasa bersalah. Mungkin juga insting Kamu tengah berbicara, meski belum ada bukti nyata. Atau, pernahkah Kamu tersenyum setengah hati pada seseorang di depan Kamu ? Mungkin Kamu tidak sepakat dengan mereka, namun malas berdebat. Mungkin sebenarnya mereka begitu menjengkelkan bagimu, namun sayangnya Kamu merasa tetap harus berbaik-baik dengan mereka. Alasannya bisa macam-macam, mulai dari atas nama sopan-santun, takut, hingga malas ribut, terutama bila mereka tipe yang sulit atau enggan didebat alias selalu merasa paling benar sendiri (baca : egois!). Sayangnya, tipe macam ini di Indonesia sangat lazim pada mereka yang lebih tua, berjabatan lebih tinggi, hingga punya uang banyak. Tidak usah heran! Biasanya mereka hanya akan menganggap kamu tidak selevel dengannya.
Kalau sudah begitu, wajar saja bila Kamu kesal. Namun, berhubung malas buang-buang waktu dan tenaga Kamu yang sangat berharga hanya untuk berdebat dengan mereka, Kamu memilih diam saja dengan memendam dongkol dalam hati. Kalau sudah tidak tahan lagi, biasanya yang Kamu lakukan adalah membicarakan orang itu dengan orang lain. Yang lebih taktis mungkin yang memilih teman bicara yang tidak kenal dengan si objek gosip, dengan harapan bahwa mereka berdua takkan pernah bertemu apalagi sampai berteman.
Kalau enggan terlibat dalam drama yang tidak perlu, diam itu selalu emas. Lain cerita kalau orang itu sudah mengancam posisi, kredibilitas, dan keselamatan nyawa Kamu secara serius ! Tak ada gunanya juga Kamu cerita-cerita ke semua orang, kecuali bila Kamu punya bukti cukup sebagai peringatan agar mereka lebih waspada. Kalau sudah begitu, Kamu justru akan makin tersiksa lahir-batin dan sulit sekali untuk benar-benar berbahagia dengan hidup Kamu, apalagi bila masih perlu berpura-pura baik pada sosok yang bersangkutan. Meski Kamu korban dan juga tak bersalah, tetap saja "jatuh"-nya sama Kamu juga yang bermuka dua.
Mereka adalah contoh yang tidak perlu Kamu ikuti bila tidak ingin. Gampang kan ? Lalu, bagaimana bila situasinya dibalik ? Kamu sedih dan sakit hati saat tahu banyak yang diam-diam membicarakan keburukanmu di belakang. Benarkah niat mereka selalu hanya ingin "menjatuhkan" mu, entah karena iri atau benci ? Bagaimana bila ternyata selama ini mereka telah berusaha jujur dan terbuka denganmu, namun Kamu yang tidak mau mendengar, bersikap defensif, atau marah-marah ? Lantas Kamu menuduh mereka lancang, ikut campur urusan Kamu, menghakimimu, atau enggan menerima Kamu apa adanya. Benarkah selalu demikian ?
Bisa jadi, selama ini Kamu yang tidak sadar dan tidak peka bahwa Kamu sendiri penyebab ketimpangan relasi antara Kamu dengan mereka. Kamu mungkin terbiasa ceplas-ceplos, bermulut tajam atas nama "kejujuran" dan selalu meminta mereka agar "harap maklum". Bahkan, bisa jadi Kamu malah tengah berbangga hati harena bisa berlaku demikian dan merasa Kamu adalah jagoan yang berani. Bolehlah bahwa Kamu menganggap tata-krama dan sopan-santun hanyalah untuk mereka yang munafik, alias baik kalau lagi ada maunya saja. Harus ya, selalu seekstrim itu ?
Kamu mungkin tidak peduli orang lain akan sakit hati dengan ucapan kasar Kamu yang "asalkan jujur" itu. Tidak masalah, selama Kamu siap bila suatu saat orang akan berbuat sama terhadap Kamu. Ingat, karma itu ada dan selalu berbicara.
Kalau tidak ? Ya, Kamu memang berhak suka-suka, seperti mereka pun berhak suka-suka. Jangan salahkan mereka yang pada akhirnya memilih diam, pura-pura setuju dengan Kamu, atau malah menjauhimu. Habis bagaimana ? Tidak ada dialog seimbang sih, antara Kamu dengan mereka, apalagi bila yang Kamu butuhkan hanyalah pendengar pasif dan pengikut buta, bukan mereka yang berpotensi membantu Kamu berkembang menjadi manusia yang lebih baik.
Kita memang tidak selalu harus dan bisa sepaham, tapi setidaknya kita harus bisa sama-sama berusaha menjaga perdamaian. Sekali lagi, hidup ini bukan melulu soal Kamu atau mereka. Tak ada yang bisa menjadi pusat semesta. Saatnya kita semua bersikap lebih dewasa.
Jadi, benarkah si "muka dua" selalu salah, licik, dan jahat? Selamat mencari tahu bila ingin. Selamat berusaha berdamai dengan kenyataan. Semoga setelahnya, kita semua dapat bertambah dewasa dan lebih bijak dalam menyikapi setiap persoalan. Selamat meraih hidup yang lebih damai dan bebas drama !